7 Tipu Daya Musuh yang Harus Anda Ketahui


Penulis: Ustadz Abu Isma'il Muslim al-Atsari

Sadarkah kita, bahwa setiap diri kita ini memiliki musuh besar?
Musuh yang sangat berkeinginan untuk menyesatkan dan mencelakakan kita!
Musuh yang memiliki berbagai tipu daya dan cara untuk mencapai tujuannya!
Musuh yang kita tidak dapat melihatnya, sedangkan dia melihat kita!
Musuh besar itu adalah syaithan.

Maka, hamba yang ingin selamat perlu mengetahui berbagai rintangan syaithan sehingga selamat dari jerat dan perangkapnya.
Sesungguhnya syaithan berkehendak mengalahkan manusia dengan tujuh rintangan, sebagian rintangan ini lebih berat dari yang lainnya. Tujuh rintangan ini adalah:

1. Rintangan Kekafiran

Yaitu kekafiran kepada Allah, agama-Nya, pertemuan dengan-Nya, sifat-sifat kesempurnaan-Nya dan kepada apa yang diberitakan oleh para rasul dari-Nya.
Jika syaithan dapat mengalahkan manusia pada rintangan ini, maka padamlah api permusuhannya dan dia dapat beristirahat!
Karena jika manusia sudah kafir, maka dia akan menemani syaithan di dalam neraka Jahannam, kekal selamanya-lamanya. Allah Ta'ala berfirman,

كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلإِنسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِّنكَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ  فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَآ أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا وَذَلِكَ جَزَاؤُا الظَّالِمِينَ
(Bujukan orang-orang munafik kepada orang-orang kafir itu adalah) seperti (bujukan) syaitan ketika ia berkata pada manusia, "Kafirlah kamu." Maka, tatkala manusia itu telah kafir, ia berkata, "Sesungguhnya, aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta alam". Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yang zhalim.” (Qs. al-Hasyr: 16-17)

Jika manusia dapat melewati rintangan ini dengan selamat, karena membawa cahaya keimanan, syaithan-pun memburunya dengan tahapan selanjutnya, yaitu:

2. Rintangan Bid'ah

Imam asy-Syatibi rahimahullah berkata,

Bid'ah adalah suatu jalan di dalam agama yang dibuat-buat, menyerupai syariat, meniti jalan tersebut dengan niat berlebihan-lebihan di dalam beribadah kepada Allah Ta'ala.” 

Bid'ah ini dapat berupa aqidah (keyakinan) yang menyelisihi kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Atau berupa peribadatan yang tidak diizinkan oleh Allah. Atau berupa perkara lainnya yang termasuk cakupan agama.
Telah masyhur perkataan Imam Sufyan ats-Tsauri tentang hal ini,

اَلْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيْسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ, الْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا وَ الْبِدْعَةُ لاَ يُتَابُ مِنْهَا
Bid'ah itu lebih disukai oleh Iblis daripada maksiat. Terkadang orang bertobat dari maksiat, tetapi (sulit diharapkan) orang bertobat dari bid'ah.” (Riwayat al-Lalikai, al-Baghawi, Ibnul Jauzi, dan lainnya). *)

Jika manusia selamat dari rintangan ini, dengan berpegang teguh dengan cahaya Sunnah Nabi serta meniti jalanSalaf Shalihsyaithan-pun memburunya dengan tahapan berikutnya, yaitu:

3. Rintangan Dosa-Dosa Besar

Tahapan selanjutnya adalah syaithan berusaha menjerumuskan manusia ke dalam dosa-dosa besar, perbuatan-perbuatan keji dan kemungkaran. Allah berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَن يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaithan, maka sesungguhnya syaithan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar.” (Qs. an-Nur: 21)

Jika hamba dapat melewati rintangan ini dengan penjagaan Allah dan dengan taubat nasuha (yang sebenarnya), maka syaithan akan memburunya dengan:

4. Rintangan Dosa-Dosa Kecil

Syaithan akan membisikkan manusia dengan kata-kata, “Dosa-dosa kecil tidak masalah bagimu, selama engkau menjahui dosa-dosa besar!”
atau dengan kalimat, “Tidakkah engkau tahu, dosa-dosa kecil itu otomatis terhapus dengan ditinggalkannya dosa-dosa besar, atau terhapus dengan perbuatan-perbuatan ketaatan!”
Syaithan akan selalu menjadikan orang tersebut meremehkan dosa-dosa kecil, sehingga dia akan terus-menerus melakukannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memperingatkan umatnya tentang dosa-dosa kecil dengan sabdanya,

إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ فَإِنَّهُنَّ يَجْتَمِعْنَ عَلَى الرَّجُلِ حَتَّى يُهْلِكْنَهُ
Jauhilah dosa-dosa yang dianggap kecil, karena dosa-dosa itu akan berhimpun pada seseorang, sehingga akan membinasakannya.” (HR. Ahmad, ar-Ruyani, al-Baihaqi. Lihat Silsilah ash-Shahihah, no. 389, karya al-Albani).

Jika seseorang selamat dari rintangan ini, karena selalu mewaspadai dirinya dan selalu bertobat, maka syaithan akan mengejarnya dengan:

5. Rintangan Perkara-Perkara yang Mubah

Syaithan akan berusaha menyibukkan manusia melakukan perbuatan-perbuatan mubah, sehingga lalai untuk memperbanyak ketaatan, dan tidak bersungguh-sungguh mencari bekal untuk akhiratnya.
Allah Ta'ala berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلآ أَوْلاَدُكُمْ عَن ذِكْرِ اللهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Qs. al-Munafiqun: 9)

Alangkah banyaknya manusia di zaman ini yang telah tersungkur dengan rintangan syaithan ini!
Mereka terjatuh ke dalam jurang kelalaian dan tidak pernah terlintas untuk menyiapkan bekal yang cukup untuk akhiratnya!!
Berapa banyak manusia sibuk berolahraga, lalai kalau malaikat maut segera menjemputnya?
Berapa banyak manusia tenggelam dalam kesenian dan kesenangan, lupa bekal untuk akhiratnya?
Berapa banyak manusia larut dalam hiburan, sehingga menyia-nyiakan waktunya?
Berapa banyak manusia menekuni ilmu dunia semata, mengabaikan ilmu agamanya?
Jika manusia selamat dari rintangan ini, maka syaithan akan mengejarnya dengan:

6. Rintangan Amalan-Amalan Ketaatan yang Tidak Utama

Syaithan menjadikan manusia sibuk dengan amalan-amalan yang tidak utama, sehingga tidak mendapatkan yang utama.
Sibuk dengan amalan yang dicintai Allah, sehingga tidak mendapatkan yang lebih dicintai.
Sibuk dengan amalan yang sedikit pahalanya, sehingga tidak mendapatkan yang lebih besar pahalanya.
Padahal, jika manusia menyadari umurnya yang pendek, sedangkan dia membutuhkan bekal yang cukup untuk perjalanannya yang panjang menuju keridhaan Allah Ta'ala, maka dia akan memilih amalan-amalan yang bernilai tinggi di sisi Allah.
Akan tetapi, siapakah yang dapat mencapai tingkatan ini? Mereka jumlahnya sedikit saja, karena mayoritas manusia telah dikalahkan oleh syaithan pada rintangan-rintangan sebelumnya! Sehingga, tidaklah melewati rintangan ini kecuali orang yang memiliki keyakinan, keikhlasan, ilmu, dan mendapatkan taufiq dari Allah Ta'ala. Pada tahapan ini, syaithan-pun melancarkan jurusnya yang terakhir:

7. Rintangan Gangguan

Rintangan terakhir ini pasti akan menimpa manusia yang telah melewati semua rintangan di atas, seandainya ada seseorang yang selamat, pastilah para rasul dan nabi Allah selamat darinya.
Pada fase ini, syaithan akan mengerahkan bala tentaranya agar memberikan berbagai gangguan dengan tangan, lisan, dan hati. Gangguan tersebut akan menimpa hamba sesuai dengan kadar keimanan dan kebaikannya. Semakin tinggi kedudukannya, semakin besar dan berat cobaan yang dia terima.
Rasulullah bersabda,

عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً قَالَ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ
Dari Mush'ab bin Sa'd, dari bapaknya, dia berkata, “Aku berkata, 'Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat musibahnya?' Beliau menjawab, 'Para nabi, kemudian yang lebih sebanding (dengan para nabi), kemudian yang lebih sebanding (dengan mereka).'” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lain-lain).

Inilah sedikit keterangan tentang syaithan dan tipu-dayanya, semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamiin. Wallahul Musta'an.
[Tujuh rintangan syaithan ini berasal dari penjelasan Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah di dalam kitab Madarijus Salikin, 1/185-18188, penerbit: Darul Hadits Kairo, tahun: 1424 H/2003 M]

Artikel www.PengusahaMuslim.com

http://www.pengusahamuslim.com/baca/artikel/984/tujuh-tipu-daya-musuh-yang-harus-anda-ketahui
dengan sedikit perubahan.


*) mengapa iblis lebih menyukai bid'ah daripada maksiat???
artikel berikut insya Alloh menerangkan hal tersebut..


konsultasisyariah.com

Mengapa Dosa Bid’ah Lebih Besar dari Maksiat?


Tanya:
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Ustadz mau tanya, apakah ada hadits yang menyatakan bahwa derajat orang yang suka tahlilan lebih rendah dari pada seorang pelacur?
(0274- 7829***)
Jawab:
Wa’alaikumus salam wa rahmatullah wa barakatuh
Sampai saat ini kami belum menjumpai hadits Nabi yang isinya sebagaimana yang ditanyakan. Namun mungkin yang dimaksudkan adalah perkataan seorang tabiin bernama Sufyan ats Tsauri:
قال وسمعت يحيى بن يمان يقول سمعت سفيان يقول : البدعة أحب إلى إبليس من المعصية المعصية يتاب منها والبدعة لا يتاب منها
Ali bin Ja’d mengatakan bahwa dia mendengar Yahya bin Yaman berkata bahwa dia mendengar Sufyan (ats Tsauri) berkata, “Bid’ah itu lebih disukai Iblis dibandingkan dengan maksiat biasa. Karena pelaku maksiat itu lebih mudah bertaubat. Sedangkan pelaku bid’ah itu sulit bertaubat” (Diriwayatkan oleh Ibnu Ja’d dalamMusnadnya no 1809 dan Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis hal 22).
Faktor terpenting yang mendorong seseorang untuk bertaubat adalah merasa berbuat salah dan merasa berdosa. Perasaan ini banyak dimiliki oleh pelaku kemaksiatan tapi tidak ada dalam hati orang yang gemar dengan bid’ah. Oleh karena itu, bagaimana mungkin seorang pelaku bid’ah bertaubat ketika dia tidak merasa salah bahkan dia merasa mendapat pahala dan mendekatkan diri kepada Allah dengan bid’ah yang dia lakukan.
Mungkin berdasarkan perkataan Sufyan ats Tsauri ini ada orang yang berkesimpulan bahwa orang yang melakukan bid’ah semisal tahlilan itu lebih rendah derajatnya dibandingkan yang melakukan maksiat semisal melacurkan diri.
Muhammad bin Husain al Jizani ketika menjelaskan poin-poin perbedaan antara maksiat dan bid’ah mengatakan, “Oleh karena itu maksiat memiliki kekhasan berupa ada perasaan menginginkan bertaubat dalam diri pelaku maksiat. Ini berbeda dengan pelaku bid’ah. Pelaku bid’ah hanya semakin mantap dengan terus menerus melakukan kebid’ahan karena dia beranggapan bahwa amalnya itu mendekatkan dirinya kepada Allah, terlebih para pemimpin kebid’ahan besar. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah,
أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآَهُ حَسَنًا
“Maka Apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu Dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan)?” (Qs. Fathir:8)
Sufyan ats Tsauri mengatakan, “Bid’ah itu lebih disukai Iblis dibandingkan dengan maksiat biasa. Karena pelaku maksiat itu lebih mudah bertaubat. Sedangkan pelaku bid’ah itu sulit bertaubat”.
Dalam sebuah atsar (perkataan salaf) Iblis berkata, “Kubinasakan anak keturunan Adam dengan dosa namun mereka membalas membinasakanku dengan istighfar dan ucapan la ilaha illallah. Setelah kuketahui hal tersebut maka kusebarkan di tengah-tengah mereka hawa nafsu (baca:bid’ah). Akhirnya mereka berbuat dosa namun tidak mau bertaubat karena mereka merasa sedang berbuat baik” [lihat al Jawab al Kafi 58, 149-150 dan al I’tisham 2/62].
Oleh karena itu secara umum bid’ah itu lebih berbahaya dibandingkan maksiat. Hal ini dikarenakan pelaku bid’ah itu merusak agama. Sedangkan pelaku maksiat sumber kesalahannya adalah karena mengikuti keinginan yang terlarang. [al Jawab al Kafi hal 58 dan lihat Majmu Fatawa 20/103].
Ketentuan ini hanya bernilai benar dan berlaku jika tidak ada indikator dan kondisi yang menyebabkan berubahnya status sebuah maksiat atau bid’ah.
Di antara contoh untuk indikator dan kondisi yang dimaksudkan adalah sebagai berikut. Sebuah penyimpangan baik berbentuk maksiat atau bid’ah akan besar dosanya jika dilakukan secara terus menerus, diiringi sikap meremehkan, anggapan kalau hal itu dibolehkan, dilakukan secara terang terangan atau sambil mengajak orang lain untuk melakukannya. Demikian pula sebuah maksiat atau bid’ah itu nilai dosanya berkurang jika dilakukan sambil sembunyi-sembunyi, tidak terus menerus atau penyesalan dan taubat.
Contoh lain untuk indikator adalah sebuah penyimpangan itu semakin besar dosanya jika bahaya yang ditimbulkannya semakin besar. Penyimpangan yang merusak prinsip-prinsip pokok agama itu dosanya lebih besar dari pada yang merusak hal-hal parsial dalam agama. Demikian pula, sebuah penyimpangan yang merusak agama itu lebih besar dosanya dibandingkan penyimpangan yang sekedar merusak jiwa.
Ringkasnya, ketika kita akan membandingkan bid’ah dengan maksiat maka kita harus memperhatikan situasi dan keadaan, menimbang manfaat dan bahaya dari komparasi tersebut dan memikirkan efek yang mungkin terjadi di kemudian hari dari pembandingan tersebut.
Penjelasan mengenai bahaya bid’ah dan ungkapan hiperbola untuk menunjukkan betapa ngerinya bid’ah sepatutnya tidaklah menyebabkan-pada saat ini atau di kemudian hari-sikap meremehkan dan menyepelekan maksiat.
Sebaliknya, penjelasan mengenai bahaya maksiat dan ungkapan hiperbola untuk menunjukkan betapa ngerinya maksiat sepatutnya tidaklah menyebabkan-pada saat ini atau di kemudian hari-sikap meremehkan dan menyepelekan bid’ah.” (Qawaid Ma’rifah al Bida’ hal 31-33, cetakan Dar Ibnul Jauzi Saudi Arabia).
Penjelasan di atas sangat perlu dilakukan oleh setiap orang yang ingin mengingatkan orang lain akan bahaya bid’ah supaya kita menjadi sebab terbukanya pintu-pintu keburukan tanpa kita sadari.

Komentar