Sekumpulan Dongeng yang Keliru ( Menyingkap Mitos Wahhabi )

sebelumnya: Istilah Keliru yang Tidak Berdasar


Mitos: “Usamah Bin Laden adalah Wahhabi”

Pada tanggal 30 September 2001, Roger Hardy, analis BBC Timur Tengah menulis sebuah artikel berjudul “Inside Wahhabi Islam”. Hardy sendiri mencatat bahwa istilah “Wahhabi” seringkali disalahgunakan untuk tujuan-tujuan yang kurang jujur.

“Istilah Wahhabi” seringkali digunakan dengan sangat bebas. Media Rusia misalnya, menggunakannya sebagai istilah kekerasan untuk kegiatan Muslim di Asia Tengah dan Caucasus, sebagaimana di Rusia sendiri – sebagaimana media Barat menggunakan istilah yang tidak jelas dan menghina “Islamic Fundamentalism (Fundamentalisme Islam).’”

Sayangnya, Hardy jatuh pada jebakan yang sama dalam kekeliruan menempatkan istilah tersebut ketika dia menyebutkan bahwa Usamah bin Laden adalah ‘Wahhabi’.

“Usamah bin Laden, disebut oleh pejabat AS sebagai tersangka utama dalam serangan 11 September terhadap Amerika, adalah seorang kelahiran Saudi dan seorang “Wahhabi”.

Kesalahan yang dilakukan oleh Hardy di sini adalah dia mengasumsikan bahwa karena Bin Laden lahir dan dibesarkan di Saudi Arabia, dan ini pada gilirannya mengharuskan dia menjadi seorang “Wahhabi”. Kenyataannya ini adalah sebuah kesimpulan dangkal yang berulang-ulang disebutkan di media dan sangat perlu diberikan bantahan.

Hubungan Bin Laden dengan Aliran Sufi

Usamah bin Laden berasal dari keluarga Yaman yang berasal dari Hadramaut, daerah pantai Yaman yang terkenal sebagai basis sekte Islam tertentu yang disebut Sufi13. Sufi dapat disimpulkan secara ringkas sebagai antithesis (lawan) dari “Wahhabi”. Bin Laden sendiri tidak memperhatikan pembedaan antara perkara aqidah dan sebagian dari perkataannya menunjukkan bahwa dia masih mengakui praktek-praktek Sufi. Dia juga merangkul Taliban sebagai teman dekat dan pelindungnya, dan telah dikenal bahwa sebagian besar dari kelompook ini menganut gerakan Sufi Deobandi.

Namun demikian pembedaan dilakukan, antara menunjukkan bahwa Bin Laden mengakui praktek-praktek Sufi tertentu, dan menyatakan bahwa dia benar-benar seorang Sufi.Bahkan, Bin Laden telah menunjukkan bahwa dia tidak perduli dengan perkara yang sama mengenai iman dan ibadah sebagaimana yang menjadi perhatian Salafi, karena alirannya (Qutbiyyah) tidak membedakan perkara iman, asalkan orang-orang setia pada ‘pergerakan’ mereka.

Kekeliruan lain yang seringkali diulang dalam mainsrteam media, pendapat bahwa Taliban adalah Wahhabi. Pada tanggal 10 Desember 2001, Ron Kampeas dari the Washington Post menulis bahwa “Wahhabiyyah” adalah kepercayaan puritan yang menolak perubahan. Cabang Islam yang mendorong Taliban...”

Pada kenyataannya, ini adalah sebuah kekeliruan besar lain yang menunjukkan bahwa orang-orang yang mengulang klaim tersebut telah melakukan pendekatan terhadap perkara yang rumit ini dengan cara yang sederhana.

Meskipun artikel BBC Roger Hardy membuat kesalahan dengan mengatakan bahwa Usamah bin Laden adalah Wahhabi, tidak seperti Kampeas, dia tidak mengulang kesalahan ini ketika membahas pergerakan Sufi Taliban.

“Akan tetapi Taliban bukanlah Wahhabi. Mereka tergolong ke dalam apa yang dikenal dengan pergerakan Deobandi, nama yang diambil dari sebuah kota kecil Deoband di Himalaya India. Di sinilah pergerakan itu didirikan pada tahun 1860an, pada masa pemerintahan Inggris di India.”

Pada tanggal 9 November, Hamir Mir dalam harian Pakistan “The Dawn” mewawancarai Usamah bin Laden sebelum jatuhnya Kabul.

Hamid Mir: “Setelah pemboman Amerika ke Afghanistan pada tanggal 7 Oktober, anda mengatakan kepada TV Al-Jazira bahwa serangan 11 September dilakukan oleh beberapa orang Muslim. Bagaimana anda tahu bahwa mereka adalah muslim?”

Usamah bin Laden: “Amerika sendiri mengeluarkan daftar tersangka serangan 11 September, mengatakan bahwa nama-nama yang disebutkan terlibat dalam penyerangan tersebut. Semuanya adalah Muslim, dimana 15 orang berasal dari Arab Saudi, 2 dari Uni Emirat Arab, dan 1 orang dari Mesir. Menurut informasi yang saya miliki, mereka semua adalah penumpang. Fatihah dibacakan untuk mereka di rumah-rumah mereka. Akan tetapi Amerika berkata bahwa mereka adalah pembajak (pesawat).”

Pernyataan Bin Laden “Fatihah dibacakan bagi mereka di rumah-rumah mereka” maksudnya adalah pembacaan surat Al-Fatihah bagi mayat, sebuah praktek yang biasa di kalangan Sufi. Praktek ibadah seperti ini tidak ada landasannya dalam Islam, baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah, ataupun perbuatan dari generasi yang pertama. Lebih tepatnya, ini adalah amalan bid’ah yang dibuat oleh generasi berikutnya dari Sufi Muslim. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Usamah bin Laden tidak memiliki pengetahuan tentang Islam, dan dia juga tidak terkait dengan prinsip-prinsip dan praktek Salafiyyah.

Ketaatan Mutlak Bin Laden kepada Qutbisme

Sebagai akibat dari kekayaan yang dihasilkan oleh Bin Laden Corporated, Usamah bin Laden menggunakan uang keluarganya untuk menjalani gaya hidup yang bebas dan mewah. Karenanya, dia tidak pernah dapat memaksa dirinya untuk duduk bersama salah satu dari ulama Salafi, (untuk) benar-benar menuntut ilmu, atau menghidupkan dirinya diatas prinsip dasar keimanan Islam. Kondisi dalam kebodohan ini terus berlanjut bahkan setelah dia menjadi seorang yang agamis dan berangkat ke Afghanistan untuk berperang melawan Soviet. Kenyataan bahwa dia gagal mengambil manfaat belajar di bawah bimbingan ulama senior di Arab Saudi menjadikannya justru bercampur dengan pemahaman Qutbis yang baru muncul.14

Pada akhirnya, dia benar-benar melepaskan metodologi “Wahhabi” dan mengeluarkan banyak pengikutnya dari Islam. Lalu, bagaimana bisa dibenarkan mengatakan bahwa Usamah bin Laden adalah seorang “Wahhabi”? Pada kenyataannya, Usamah bin Laden dan pergerakan Al-Qaidahnya bukan Wahhabi akan tetapi Qutbis (pengikut aliran Qutb).

Menegaskan adanya keterkaitan ini, Robert Worth dari The Washington Post berkata, “...akan tetapi jika seorang laki-laki berhak mendapatkan gelar bapak intelektual bagi Usamah
bin Laden dan para teroris pengikutnya, kemungkinan dia adalah seorang penulis dan aktivis Mesir, Sayyid Qutb.”15

Keberadaan Qutbisme sebagai Sebuah Ideologi

Dalam sebuah artikel yang berjudul “Terror, Islam and Democracy” Ladan dan Roya Boroumand dengan benar menyatakan bahwa “sebagian besar kader-kader Islam muda masa kini adalah pewaris langsung dari Sayap Qutbisme dari Ikhwanul Muslimin.”

Mereka menyatakan bahwa, “Ketika pemerintah otoriter rezim Presiden Jamal Abdul Nasir menekan Ikhwanul Muslimin pada tahun 1954 (pada gilirannya berakhir dengan dihukum gantungnya Qutb pada tahun 1966), banyak yang mengungsi ke Aljazair, Arab Saudi, Irak, Syria dan Moroko. Dari sana, mereka menyebarkan ide-ide Islam revolusioner – termasuk alat organisasi dan ideologi yang dipinjam dari sistem totalitarian Eropa."16

Memperluas keterkaitan antara ideologi revolusioner Eropa dan dogma Qutbisme, Jhon Gray dari The Indipendent membahasnya dalam artikel berjudul “How Marx turned Muslim” (Bagaimana Marx merubah Muslim) bahwa Qutbisme tidak bersumber dari tradisi Islam, bahkan sangat banyak bersumber dari ideologi Barat.

Dia menjelaskan bahwa Sayyid Qutb “menggabungkan banyak unsur yang diambil dari ideologi Eropa17 ke dalam pemikirannya” sehingga dengan demikian, Qutb seharusnya dilihat sebagai jenis persilangan yang eksotis dari pertemuannya dengan intelegensia Islam dengan ideologi radikal Barat”18

Gray menjelaskan bahwa Qutbisme adalah pergerakan revolusioner moderen dan tidak mewakili Islam ortodoks yang benar. “Inspirasi bagi pemikiran Qutb tidak seperti Al-Quran, namun filosofi Barat masa kini yang tertanam dalam pemikiran Nietzche, Kierkegard dan Heideggers. Pemikiran Qutb – cetak biru bagi semua teologi politik Islam radikal – adalah respon terhadap pengalaman “Kematian Tuhan”19 eropa pada abad ke-20 demikian juga terhadap tradisi Islam. Aliran Qutb bukanlah aliran tradisional. Seperti semua idelogi fundamentalis 20, tidak salah lagi ia adalah aliran moderen.21

Berbicara mengenai hubungan antara keberadaan Bin Laden dan aliran Qutb ((Qutbisme) yang  tidak terbantahkan, Amid Taheri dari Arab News mengatakan: “Pada masanya Maududi - Qutbisme22 menyediakan wahana ideologi dimana Bin Laden dapat tumbuh.23

Syaikh Rabi bin hadi al-Madkhali, seorang ulama Salafi yang terkenal yang telah menulis beberapa buku yang membantah kesalahan Sayyid Qutb, menyimpulkan yang berikut mengenai aliran Qutb: “Qutbis adalah pengikut Sayyid Qutb.... segala sesuatu yang anda lihat dari kesengsaraan, pertumpahan darah, dan permasalahan-permasalan di dunia Islam sekarang ini muncul dari metologi (laki-laki ini)."24

Prinsip Dasar Aliran Qutb

Lalu bagaimana Usamah bin Laden berbelok ke jalannya saat ini, jika bukan Salafiyyah yang menghadapkan dirinya ke arah yang dipilih bagi dirinya sendiri? Pada kenyataannya, Usamah
bin Laden memiliki banyak kesamaan karakteristik dengan gurunya yang sebenarnya, seorang penulis sastra Mesir bernama Sayyid Qutb. Seperti Usamah bin Laden, Qutb bukanlah seorang ulama25 namun seorang laki-laki Mesir biasa yang berubah menjadi seorang yang agamis selama masa-masa sulit di Mesir.

Sayyid Qutb (1906-1966) lahir di sebuah kota kecil di bagian atas Mesir dan pindah ke Kairo sebagai seorang remaja dalam rangka melanjutkan pendidikannya. Qutb mulai menulis di akhir 1920an sebagai seorang pujangga dan kritikus sastra, menulis mengenai persoalan-persoalan sosial dan politik dari sudut pandang sekuler. Pada tahun 1948, Qutb mengubah metode penulisannya dan mulai menulis lebih pada sudut pandang Islam, dengan keterbatasan ilmu keislaman yang dia miliki. “Keadilan Sosial”, buku Islam pertamanya, diterbitkan pada tahun 1949.

Sekembalinya dari belajar di Amerika Serikat selama dua tahun yang berakhir pada tahun 1950, Qutb bergabung dengan Ikhwanul Muslimin26, menjadi salah seorang pembicara utama mereka. Setelah pergerakan Ikhwanul Muslimin secara terang-terangan menentang pemerintahan Jamal Abdul Nasir, Qutb akhirnya menghabiskan sisa hidupnya di dalam penjara setelah tahun 1954, kecuali pada periode singkat pada tahun 1964–65. Setelah dibebaskan sementara, Qutb ditahan kembali, diadili dan dieksekusi pada tahun 1966.

Kurangnya ilmu Qutb mengenai Islam ditambah dengan pemenjaraan dirinya membawanya merubah pemahamannya terhadap Islam sesuai dengan keadaan yang dihadapinya. Sebagai akibatnya, tulisan-tulisannya semakin radikal seiring berlalunya waktu. Pada akhirnya, idelogi revolusioner Takfirnya dan sikap perlawanan terhadap pemerintah tertanam dalam pemikiran dan hati generasi muda baru yang mencari sesuatu yang lebih besar dari jalan yang gagal dari (pergerakan) Ikhwanul Muslimin. Hari ini, Qutb dipandang sebagai pemimpin ideologi ini bagi semua kelompok pemberontakan.

Model baru pemahaman Islamnya ini jelas dalam usahanya dalam membuat tafsir Al-Qur’an yang disebut Fi Dzilalil Qur’an (Di bawah naungan Al-Qur’an), Qutb tidak tertarik untuk mengikuti pendekatan yang telah baku dalam menjelaskan Al-Qur’an, yang pertama-tama ditafsirkan dengan Al-Qur’an itu sendiri bagi ayat-ayat lain yang menjelaskan artinya, kemudian dengan Sunnah Nabi shalallahu 'alayhi wasallam menyangkut makna ayat-ayat tertentu, atau jika tidak terdapat dari keduanya, maka merujuk pada penjelasan sahabat-sahabat beliau radhiallohu 'anhum. Oleh karena itu, ia tidak dapat dikatakan sebagai tafsir dalam sudut pandang konvensional. Merujuk pada penjelasan para sahabat merupakan hal yang disyariatkan di dalam Islam, karena mereka menyaksikan diturunkannya Al-Qur’an dan diajarkan pengertian dan pengamalannya oleh dia yang kepadanya Al-Qur’an diturunkan (Nabi shalallohu 'alayhi wasallam). Sebagai konsekuensinya, mereka ditugaskan untuk menyampaikan nash Al-Qur’an dan hadits yang kita baca hari ini dan juga dituntut untuk bertanggung jawab terhadap pemeliharaan penjelasan nash tersebut beserta penyebab dan kapan dan dimana nash tersebut diturunkan.
Bukannya merujuk kepada sumber-sumber yang penting ini, Qutb menggunakan pendapat pribadinya untuk menjelaskan Al-Qur’an – disamping kedua sumber tersebut.

Sebagai akibatnya, tafsir ini mengandung sejumlah kesalahan yang telah dijelaskan oleh para ulama Salafi.

Karena ketidaktahuannya akan sistem ortodoks27 agama Islam, Qutb muncul dengan pernyataan yang bercampur aduk dari berbagai aliran Islam yang telah muncul sejak tahun-tahun awal peradaban Islam. Berada jauh dari aqidah “Wahhabi”, Qutb dipengaruhi oleh madzhab Mu’tazilah28/ Sufi yang berlaku di wilayah tersebut di Timur Tengah. Sistem keimanan ini sangat bertentangan dengan aqidah “Wahhabi”.

Karena dia meninggalkan manhaj kembali kepada pemahaman Nabi shalallohu 'alayhi wasallam dan para sahabatnya dalam pendekatannya terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah, Qutb menjadi tersibukkan pada kesalahan dan dosa-dosa orang-orang yang berada di sekitarnya, khususnya mereka yang (berada) di kalangan pemerintahan.

Adapun kelompok Islam seperti Ikhwanul Muslimin, berusaha untuk merebut kekuasan dari penguasa Mesir, pemerintah meresponnya dengan mengawasi mereka dengan sangat ketat, kadang-kadang dengan cara yang brutal. Keadaan ini membuat Qutb membentuk pandangan tertentu terhadap dunia, dan ketiadaan dasar yang memadai dalam manhaj29 Salaf (Nabi n dan para sahabatnya) menyebabkan dirinya jatuh ke dalam orientasi yang berbahaya, mengeluarkan manusia dari ikatan Islam dengan sebab dosa –dosa mereka.

Ketidaktahuan Sayyid Qutb terhadap prinsip dasar Islam menyebabkannya mengeluarkan pernyataan berbahaya yang berlebihan: “Hari ini kita berada di masa jahiliyah.30 Sebagaimana yang terjadi di masa awal terbitnya Islam, bahkan lebih buruk. Segala sesuatu di sekitar kita adalah jahiliyah.”31

Syaikh Shalih Al-Fauzan, salah seorang ulama besar di masa kini, ditanya, apakah diperbolehkan menggunakan istilah jahiliyah secara tidak terbatas terhadap masyarakat Islam sekarang ini, beliau menjawab:
“Jahiliyah secara umum telah terhapus dengan diutusnya Rasulullah n. Maka tidak diperbolehkan menerapkannya terhadap masyarakat Islam secara umum. Adapun menerapkan sesuatu dari perkara ini atas perorangan atau atas beberapa kelompok dan masyarakat, maka hal ini diizinkan dan diperbolehkan.
Sungguh Nabi shalallohu 'alayhi wasallam berkata kepada salah seorang sahabatnya:
“Sesungguhnya engkau seorang laki-laki yang memiliki sifat jahiliyah di dalam dirinya.”32

Dan beliau shalallohu 'alayhi wasallam bersabda:
“Ummatku tidak akan meninggalkan empat perkara jahiliyah: Bangga dengan keturunan yang
bangsawan, mencela garis keturunan, mencari hujan pada bintang-bintang, dan meratapi orang mati.”33

Di tempat lain Qutb berkata, “Zaman ini telah kembali ke bentuk asalnya pada hari pertama agama ini turun kepada manusia dengan kalimat ‘laa ilaaha illa Allah’34 Karena manusia telah murtad dan beralih menyebah hamba...”35

Keyakinan ekstrim ini mendorong Qutb menyimpulkan bahwa, “Umat Islam telah hilang dari keberadaannya dan tidak disadari pada kurun waktu yang sangat lama.”36

Bahkan Qutb sampai begitu ekstrim dengan menolak shalat Jum’at berjama’ah, dengan meyakini bahwa kewajiban tersebut tidak lagi mengikat karena tidak ada Khalifah yang memimpin negeri kaum Muslimin. Dalam bukunya: “Sejarah Rahasia Ikhwanul Muslimin;, Ali Ashmawi berkata: “Dan waktu berjama’ah (kewajiban shalat Jum’at berjama’ah) tiba, dan aku berkata kepadanya.. ‘Mari kita pergi untuk shalat’, dan merupakan kejutan ketika akhirnya aku tahu – dan itulah pertama kalinya aku mengetahui – bahwa dia tidak biasa shalat berjama’ah.”37

Bahkan pemimpin Ikhwanul Muslimin, seperti Dr. Yusuf Al- Qardawi, bersaksi akan bahaya Qutb dan para pengikutnya:
“Dan pada waktu itulah buku dari syahid38, Sayyid Qutb muncul, buku yang mewakili pemikiran terakhirnya (dalam ideologi, sebelum kematiannya). Orang-orang yang membenarkan takfir terhadap (semua) masyarakat… pemutusan dari semua penisbatan sentimental terhadap masyarakat, memutuskan hubungan dengan yang lain dan pengumuman jihad destruktif terhadap seluruh manusia. Dan menunjukkan penghinaan terhadap para da’i yang mengajak kepada toleransi, kelembutan, menuduh mereka idiot, dan cepat mengalah. Dia membuat kesimpulan ini dengan sangat jelas dalam tafsir ‘Fi Dzilalil Qur’an’ pada edisi kedua dan dalam Ma’alim fi Tariq’, dan sebagian besar darinya diambil dari ‘Dzilal’ dan ‘Al-Islam wa Muskhilatil Hadaanah’ dan lainlain."39

Ulama kibar Salafi dengan jelas telah mengingatkan kaum Muslimin akan kesahalan-kesalahan ini, yang tidak terbatas pada isu takfir. Ketika ditanya mengenai pendapatnya mengenai benar tidaknya bagi orang-orang menyimpan tafsir Al-Qur’an karya Qutb di rumah-rumah mereka, Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i (wafat 1421H), ulama besar Yaman, menjawab: “Adapun buku Al-Dzilal dan buku-buku Sayyid Qutb rahimahullah, maka kami nasihatkan agar tidak dibaca sama sekali, karena sebagian orang dari Jama’atut Takfir40 dan sebagian pemuda yang dibentuk oleh Jama’atut Takfir adalah produk langsung dari tulisan Sayyid Qutb v. Dan Sayyid Qutb hanya dianggap sebagai seorang penulis, dia tidak dipandang sebagai seorang mufassir (ahli afsir Al-Qur’an).41

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin (wafat 1412H), salah satu ulama besar abad ini, ditanya mengenai buku-buku Sayyid Qutb, khususnya Fi Dzilalil Qur’an dan Ma’alim fit Tariq, dimana beliau menjawab:

“Perkataanku, semoga Allah merahmatimu, adalah barangsiapa yang memberi (nasihat) ikhlas semata-mata karena Allah, Rasul-Nya dan saudara-saudara Muslim, hendaknya dia mendorong manusia untuk membaca buku-buku orang-orang yang telah mendahului kita dari kitab-kitab tafsir dan selainnya. Buku-buku ini mengandung lebih banyak berkah, lebih bermanfaat dan jauh lebih baik daripada buku-buku yang datang kemudian. Adapun mengenai tafsir Sayyid Qutb rahimahullah, ia mengandung malapetaka yang besar, namun kita berharap semoga Allah memaafkannya. Buku-buku tersebut mengandung bencana besar."42

Jelaslah, para ulama kibar Salafi telah menjelaskan kesalahan besar yang begitu banyak yang terdapat dalam buku-buku Sayyid Qutb. Mereka telah berbicara mengenai topik yang disebutkan di dalam buku, dan mereka telah berbicara mengenai bagian lain dari aqidah dimana Qutb melakukan kesalahan, yang tidak disebutkan di dalam buku ini. Setiap orang yang masih bertekad untuk mengidolakan pribadi tertentu diantara para pemikir’ Islam, seperti Sayyid Qutb, Abu A’laa Maududi43 dan Hasan Al-Banna, dan menolak untuk menyangkal penyimpangan kelompok dan pergerakan kontemporer44 telah berpaling dari manhaj Salaf, meskipun mereka berusaha untuk menisbatkan diri mereka kepada manhaj tersebut.
Sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah syair Arab:
Semua orang mengaku mencintai Laila
Namun Laila tidak mengenal seorang pun diantaranya

Qutbisme adalah Khawarij Abad Ini

Perkara iman dalam Islam adalah sesuatu yang memiliki ketentuan dan syarat. Sebagaimana seseorang dapat masuk ke dalam Islam, seseorang dapat pula keluar (murtad) dari Islam menurut prinsip dasar yang ditegakkan di dalam Al- Qur’an dan Sunnah. Pengikut Islam ortodoks memahami prinsip dasar ini sejalan dengan para Salaf (Nabi n dan para Sahabatnya). Setelah wafatnya Nabi n dan berlalunya sebagian Khulafaur Rasyidin pada generasi awal, bid’ah dalam agama berkenaan dengan takfir45 mulai tumbuh, khususnya di masa pemerintahan Ali radhiallohu 'anhu, sahabat dan khalifah Islam keempat. Sekelompok ekstrimis Islam yang disebut Khawarij46 muncul, dan mereka menegakan prinsip bid’ah berkenaan dengan perkara yang sangat serius, yakni kapan seseorang disebut Muslim atau bukan Muslim. Mereka mengeluarkan manusia dari Islam karena perbuatan dosa, dan mereka memberikan penekanan yang paling besar terhadap kesalahan para penguasa, sehingga memperbolehkan untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintah dengan cara yang brutal.

Inilah persisnya aqidah yang diadopsi Sayyid Qutb dalam tulisan-tulisannya, karena ketidaktahuannya mengenai cara yang benar dalam memahami Al-Qur’an dan Sunnah.
Demikian pula Usamah bin Laden dan sebagian kaum muda dari umat Islam ini telah terpesona oleh karya-karyanya dan karya penulis-penulis lainnya, dan akibat dari munculnya fitnah dan malapetaka yang dirasakan oleh umat Islam tidak tersembunyi dari setiap orang.

Mengomentari akibat tulisan-tulisan Sayyid Qutb dalam dunia Islam, Judith Shuleviz dari The New York Post menulis:
“... Setiap orang yang meragukan bahwa kritik-kritik sastra dapat memainkan peranan dalam tahapan berdarah dalam sejarah harus mempertimbangkan contoh dari Sayyid Qutb. Qutb yang lahir di Mesir tahun 1906 dan lulusan universitas, adalah kritikus sastra bergaya Barat sampai dia menekuni Islam setelah melewatkan dua tahun di Amerika Serikat, memperlihatkan sesuatu yang menurutnya sebagai kemunduran kita. Dia meninggal pada tahun 1966 H, ketika digantung bersama dengan Muslim radikal lainnya oleh pemerintahan Jamal Abdul Nasir. Buku-buku teologi politik garis keras Qutb memiliki pengaruh langsung terdahap oposisi Muslim di Arab Saudi,47 Front Pembebasan Islam di Aljazair,48 Kelompok Hamas di Palestina, Ikhwanul Muslimin di Mesir, Jordania, Iraq, Libanon; Syaikh Umar Abdur Rahman, pemimpin agama dipenjarakan karena beberapa rencana teroris yang (berhasil) digagalkan dan dihubungkan dengan pemboman World Trade Center tahun 1993, dan penulis Iran Ali Shariati, yang membantu perkembangan revolusi Islam di Iran.49

Dalam artikel National Review berjudul “Religion is not an Enemy” (Agama bukan Musuh), David F. Forte secara akurat menggambarkan hubungan antara pergerakan radikal masa kini dalam dunia Islam dan tulisan-tulisan Sayyid Qutb.

“Dalam-tulisan-tulisan yang lain saya telah menegaskan bahwa bentuk-bentuk ekstrimisme ini terinspirasi oleh tulisan-tulisan radikal modernis, seperti Sayyid Qutb dari Mesir, yang meyakini bahwa hampir semua umat Islam dalam keadaan kafir dan perlu dikalahkan kembali. Oleh karena itu dalam bentuk moderennya, jenis extrimisme Bin Laden lebih mirip dengan Stalin, Hitler dan Mao daripada dengan tradisi Islam. Seperti prilaku-prilaku terorisme itu, Bin Laden mengobarkan peperangan dengan kaumnya sendiri. Dan akhirnya dengan tegas saya menyatakan bahwa bin Laden dan para ekstrimisnya adalah kejahatan, jelas dan sederhana, dan Islam tidak demikian.”

Meskipun pemahaman Forte tentang ‘Wahhabiyyah’ terbatas seperti penulis-penulis lainnya, dia dapat membedakan antara metodologi Usamah bin Laden dan ‘Wahhabi’ ketika dia berkata, “Versi Islam Usamah bin Laden bahkan berbeda dengan Wahhabiyyah.”50

Al-Qaidah Usamah bin Laden dan Jama’atul Jihaad (Jihad Islam51) Mesir adalah produk langsung dari tulissan-tulisan Sayyid Qutb dan mantan anggota Ikhwanul Muslim yang kecewa, keduanya memiliki kesamaan.52
Menegaskan hubungan ini, Robert Marquand dari Christian Science Monitor mengatakan bahwa Ayman Zawahiri,53 salah seorang tangan kanan bin Laden, adalah produk tulisan-tulisan Qutb. “Zawahiri pun sangat terbiasa dengan tulisan-tulisan Qutb. Pada tahun dimana Presiden Mesir Jamal Abdul Nasir memerintahkan Qutb digantung, Zawahiri ditahan sebagai anggota Ikhwanul Muslimin. Dan buku-buku Qutb menjadi demikian terkenal di kampus-kampus universitas Kairo pada tahun 1970an dan pemerintah melarangnya... Qutb dianggap... pendiri kelompok keagaaman Islam, khususnya kelompok keras atau jihadi.” ...demikian kata Diaa Rashwan, peneliti senior kelompok militan Islam pada Egypt’s al-Ahram Center for Strategic Studies. Manakala para pemikir Islam pada saat itu berusaha merubah masyarakat dari dalam, Qutb merupakan pengaruh bagi Zawahiri dan orang-orang sepertinya untuk ‘meluncurkan sesuatu yang lebih luas.’54

Dalam artikelnya “Is this the man who inspired bin Laden” (Laki-laki inikah yang menginspirasi bin Laden), Robert Irwin dari The Guardian mengatakan “...Qutb merupakan penganjur yang paling berpengaruh di zaman moderen… mengenai doktrin-doktrin yang membenarkan perlawanan Muslim dengan kekerasan terhadap rezim yang mengklaim diri sebagai Muslim, akan tetapi penerapan ajaran Islam mereka dinilai cacat.”55

Karenanya, Qutb bukan hanya seorang pembaharu aqidah dari semua kelompok-kelompok sesat yang telah muncul sejak masa-masa awal dalam sejarah Islam,56 dia adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pembaharuan Khawarij, kelompok sesat yang paling tua dan paling berbahaya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Robert Worth dalam The New York Times:

“Barangkali bahkan yang lebih penting lagi, Mr. Qutb adalah Sunni Muslim pertama yang melanggar larangan lama memberotak terhadap pemerintah Muslim.57 Qutb berkata "bahwa pemimpin kaum Muslimin saat ini bukan lagi seorang Muslim,” Mr. Haykel58 berkata: “Pada dasarnya dia mengatakan mereka kafir.”

Dia melakukannya, Mr. Haykel menambahkan, dengan cara persuasif tertentu dengan menginterpretasikan kembali karya-karya ulama abad pertengahan bernama Ibnu Taimiyah. Tokoh terkemuka dalam sejarah pemikiran Muslim, Ibnu Taimiyyah tinggal di Damaskus pada abad ke 13 dan 14, ketika Syria berada dalam keadaan bahaya akan dominasi kerajaan Mongol.59

Penafsiran kembali dari tulisan ortodoks karya Ibnu Taimiyyah yang dimaksud Robert Worth di sini adalah perkara yang secara luas disalahpahami oleh pergerakan moderen dan ekstirimis, dan demikian juga, para ulama orientalis yang telah dipengaruhi oleh pernyataan para ekstrimis. Jika saja mereka merujuk langsung kepada karya tulis Ibnu Taimiyyah yang asli, mereka akan memehami betapa batilnya pernyataan para pengikut Qutb. Banyak dari polemik para pengikut Qutb diambil dari kesalahan kesimpulan kontekstual dari sedemikian banyak karya tulis Ibnu Taimiyyah.60

David F. Forte menulis dalam artikelnya di National Review:
“Aksi teroris pada tanggal 11 September, dan pembenaran mereka oleh Usamah bin Laden, melakukan replikasi dalam samaran moderen faksi kekerasan, Kharajit,61 yang dalam Islam benar-benar merupakan celaan atas keimanan di awal-awal sejarahnya."62

Demikian Itulah perbuatan dan keyakinan Khawarij di masa sekarang ini yang bertanggung jawab bagi rusaknya hati-hati sebagian kaum muda Muslim sekarang ini, dan pembaharu ideologi Khawarij abad ini adalah Sayyid Qutb, dan yang beraksi atas dogma tersebut, Usamah bin Laden dan yang semisalnya.

Ancaman Khawarij

Para ulama ortodoks Islam telah memperingatkan manusia akan kejahatan Khawarij. Imam Abu Bakar al-Ajuri (wafat 360H), salah seorang ulama pendahulu umat Muslim berkata,
“Tidak diperbolehkan bagi orang yang melihat pemberontakan Khariji63 yang memberontak terhadap pemimpin, baik pemimpin tersebut adil atau dzalim – orang ini telah memberontak dan mengumpulkan sekelompok (orang) di belakangnya, menghunuskan pedangnya dan menghalalkan pembunuhan orang-orang Muslim – tidak patut bagi orang yang menyaksikannya terperdaya oleh bacaan Al-Qur’an orang tersebut, tidak juga dengan lamanya dia berdiri ketika shalat, tidak dengan perkataannya yang baik dan lihai mengenai ilmu, ketika jelas baginya bahwa jalan dan manhaj orang ini adalah Khawarij.64

Khawarij yang muncul pada masa generasi awal dikenal dengan kezuhudan dan peribadatan yang berlebih-lebihan. Adapun Khawarij di masa sekarang ini, mereka tidak memiliki sifat ini. Namun demikian, kaum Muslimin tidak seharusnya terperdaya dengan perbuatan mereka, sebagaimana yang dikatakan Nabi shalallohu 'alayhi wasallam bahwa mereka melebihi para Sahabat dalam shalat dan puasa mereka,65 namun dalam hadits lain beliau berkata bahwa “mereka membaca Al-Qur’an namun tidak melewati kerongkongan mereka.”66

Wahhab bin Munabbih (wafat 110H), salah seorang ulama Sunnah terkemuka yang belajar secara langsung dari banyak Sahabat, berkata mengenai Khawarij sebagai berikut:
“Tidak pernah umat ini bersatu di bawah seorang laki-laki dari Khawarij. Jika Allah memberikan kekuasaan kepada Khawarij, maka dunia pasti akan rusak, jalan-jalan akan ditutup, maka (ibadah) Haji pun akan berhenti.”67

Seperti Khawarij di masa yang lalu, kelompok seperti Jama’atul Jihaad, sebagian yang anggotanya kemudian berhubungan dengan al-Qaidah, pada awalnya memusatkan seluruh upaya mereka pada menggulingkan pemerintahan saat ini di seluruh negeri kaum Muslimin. Namun demikian, kelompok-kelompok pengikut paham Qutb gagal dengan mengenaskan dalam mencapai tujuan mereka, dengan sebagian besar mereka dipenjara atau terpaksa melarikan diri ke tempat-tempat terasing.

Dari tempat-tempat inilah mereka merustrukturisasi dan merubah taktik mereka dan mewujudkan tujuan utama mereka mendirikan negara Khawarij (dalam) semalam.
Berkenaan dengan perubahan taktik para Qutbis, Robert Worth dari The New York Time (menyatakan): “Tuan bin Laden kelihatannya telah menyimpang dari tradisi radikal di satu sisi, dengan memusatkan serangannya pada Amerika Serikat daripada rezim Arab. Dalam deklarasinya tahun 1996, dia bahkan lebih jauh mengatakan bahwa kaum Muslimin harus mengesampingkan perbedaan-perbedaan mereka agar dapat memusatkan diri dalam perlawanan menghadapi musuh-musuh Barat – perpindahan yang serius dari doktrin
Qutb dan bahkan pembunuh-pembunuh Sadat, yang mengatakan bahwa perjuangan internal merupakan hal yang lebih penting.”

“Namun itu mungkin hanyalah sebuah perpindahan dalam taktik, bukan dalam strategi keseluruhan,” Kata Worth. Menyangkut perubahan dalam taktik ini, Worth menukil Michael Doran, profesor Near Eastern Study di Pricenton University: “Bin Laden menggunakan AS sebagai alat perjuangannya dengan kaum Muslimin lainnya.” Mr. Doran berkata, “Dia menginginkan AS menyerang balik secara tidak proporsional, karena dia yakin hal itu akan membangkitkan kemarahan kaum Muslimin dan mendorong mereka untuk menggulingkan pemerintahan mereka dan mendirikan negara Islam.”68

Al-Qaidah dan bin Laden tidak melupakan pemerintah di negeri-negeri kaum Muslimin. Dalam sebuah wawancara yang muncul di majalah takfiri/jihadi ‘Nida’ul Islam’, bin Laden melakukan takfir yang tidak terbatas atas pemerintah kaum Muslimin sekarang ini: “Pada saat yang bersamaan sebagian dari para pemimpin tersebut terlibat dalam kufur akbar (catatan Penulis: Kafir), yang mengeluarkan mereka dari Islam di siang hari di hadapan seluruh manusia, anda akan mendapati fatwa dari organizasi keagamaan mereka. Khususnya peran organisasi keagamaan (yakni para ulama Salafi) di negara kedua masjid suci (yakni Arab Saudi) adalah peran yang paling tidak menyenangkan, tanpa melihat organisasi tersebut memenuhi peran ini secara sengaja atau tidak sengaja, kerusakan yang dihasilkan dari usaha mereka tidak berbeda dengan peran musuh yang paling bersemangat dari umat ini.”

Melanjutkan referensinya pada kehadiran organisasi ulama Salafi di Arab Saudi, bin Laden mengistilahkan Komisi Fatwa sebagai ‘berhala yang disembah selain Tuhan.”69

Ketika mempertimbangkan hal ini (yakni pernyataan bin Laden di atas-pent), seseorang akan bertanya-tanya bagaimana dapat dipahami bahwa bin Laden dan para pengikutnya adalah “Wahhabi”, sebagaimana yang disebutkan berulangulang di media!

Sekarang ini telah dilaporkan di sebagian surat kabar bahwa ada dua jenis Salafi. Dikatakan bahwa, di satu sisi adalah tipe Salafi Usamah bin Ladin dan Abu Hamzah al-Mashri yang
berbasis di London, dan di sisi lainnya, Salafi yang ‘memilih (untuk) mengambil kehidupan yang shalih tanpa politik.”70

Usamah bin Laden dan para penghasut adalah lawan pemahaman Salafi yang keras dan merupakan pengikut sayap Qutb dari Khawarij. Perlu pula diperhatikan bahwa Salafi tidak menolak adanya kebutuhan akan politik (memperhatikan kebutuhan umat), sebagaimana yang dikatakan dalam artikel ini. Bahkan, mereka menempatkan segala sesuatu pada tempat yang semestinya dan dengan teliti mengikuti nash-nash Islam mengenai perkara politik, berusaha memperbaiki persoalan-persoalan sosial dan politik dengan nasihat dan petunjuk yang tulus – sebagaimana yang diwajibkan dalam nash-nash Islam – bukannya membuatnya menjadi semakin buruk. Salafiyyah adalah satu-satunya jalan yang ditemukan dalam kesatuan pemahaman Salaf. Seperti halnya tidak ada dua Nabi Muhammad atau dua kelompok sahabat, tidak ada dua pemahaman Salaf.

===


Foot note:

13. Alirann Sufi tidak dikenal di masa Nabi s dan para sahabatnya, dan tidak juga demikian terkenal pada tiga generasi. Ia pertama kali muncul di Basrah Iraq, di mana sebagian orang ghuluw (berlebihlebihan) dalam ibadah dan menghindari kehidupan dunia, sesuatu yang telah diperingatkan dalam Al-Qur’an:

“Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka.” (QS Al-Haadid [57] : 27)

Sufi merupakan madzhab yang berpendapat bahwa ilmu dan kesadaran muncul di dalam jiwa dengan latihan spiritual. Dalam Islam ortodoks, seseorang dapat meraih ilmu dan kesadaran melalui perbuatan amal ibadah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sufi meyakini bahwa Syaikh mereka juga merupakan sumber syariat dalam beribadah, karena para syaikh tersebut akan memerintahkan mereka untuk melaksanakan amal ibadah yang tidak memiliki dasar baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah.
Yang paling ghuluw di antara mereka seringkali mengatakan bahwa Allah menitis ke dalam mahluk-Nya (yakni di hati manusia, organ dalam, dan lain-lain). Akibatnya mereka menisbatkan kepada syaikh Sufi mereka sifat-sifat dan kekuatan yang hanya milik Allah, seperti ilmu tentang perkara ghaib. Mereka sering menyatakan bahwa nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah memiliki hakikat dan makrifat.
Mereka beranggapan bahwa makna hakikat diketahui oleh orang-orang yang melaksanakan ajaran Islam ortodoks, sedangkan makrifat dari Al-Qur’an dan As-Sunnah hanya diketahui oleh Syaikh mereka. Para Syaikh ini sering menyatakan bahwa mereka telah mencapai makrifat Islam, mereka tidak perlu shalat atau puasa, sesuatu yang bahkan tidak ditinggalkan oleh para Nabi.

14. Qutbist adalah orang-orang yang menganut ideologi Sayyid Qutb, penyokong pemikiran revolusiioner moderen. Ideologi ini diistilahkan Qutbiyyah (Qutbisme)

15. Robert Worth, The deep intellectual of Islam terror, The New Yoirk Times, 13 Oktober 2001.

16. Ladan dan Roya Boroumand, Terror, Islam and Democracy, The Journal of Democracy.
Catatan: Karena Boroumand dengan baik menghubungkan Qutbisme dan totalitarianisme Eropa, dapat kita katakan bahwa tidak benar bagi orang-orang ini dianggap sebagai Islamist. Bahkan akan lebih akurat untuk menganggap mereka sebagai aktivis Muslim. Meskipun mereka Muslim, ideologi revolusioner mereka tidak dapat dinisbatkan kepada Islam.

17. Robert Worth dari The New York Times menyebutkan yang berikut mengenai pengaruh Eropa terhadap pengikut aliran Qutb "Sebagaiamana yang ditulis Fathi Yakan, salah seorang murid Qutb, pada tahun 1960an: “Dasar kerja bagi Revolusi Prancis diletakkan oleh Rosseau, Voltaire dan Montesquieu; Revolusi Komunis merealisasikan rencana yang diatur oleh Marx, Engels dan Lenin… Hal yang sama juga mengandung kebenaran bagi kita.” (Robert Wort, The Deep Intellectual Root of Islamic Terror, The New York Times, 13 Oktober 2001).

18. Pemikir revolusioner seperti Abu A’la Maududi, Sayyid Qutb, Hasan Turabi dari Sudan dan ahli filsafat Iran, Ali Shariati, ideologi mereka dipengaruhi oleh Barat setelah tinggal di sana. Meskipun mereka menolak gaya hidup Barat dan membatahnya, mereka juga sangat dipengaruhi olehnya (dalam) memformulasikan reformasi ideologi radikal. Mereka tidak mengetahui islam dan aqidahnya, dan karenanya membuat pemikiran dan analisa politik mereka sebagai dasar doktrin mereka, dan kemudian berusaha mengislamisasikannya.

19. Konsep menisbatkan kematikan kepada Sang Pencipta, baik diekspresikan secara harafiah atau secara simbolis adalah sangat menggelikan. Allah berfirman:

“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya..” (QS al-Furqan [25] :58)

20. Akan lebih akurat bagi Gray bila mengatakan, “Seperti semua ideology esktrimis, tidak salah lagi ini adalah (pemikiran) modern,”
dan bukannya menggunakan istilah “fundamentalis”.

21. John Gray, How Marx turn Muslim, The Telegraph, 27 Juli 2002.

22. Taheri mengacu pada hubungan antara Abu A’la Maududi, pemikir Muslim Asia Selatan, dan Sayyid Qutb yang sangat dipengarhui oleh tulisan-tulisan Maududi. Mengkonfirmasi hal ini, The Telegraph menyatakan yang berikut mengenai Qutb: “Penulis dan pemikir Mesir. Mengambil pemikiran Abu A’la Maududi (1903-1079) bahwa banyak dari dunia Muslim telah kembai ke jahiliyah.” (A-Z of Islam, The Telegraph, 15 November 2001)

23. Amir Taher, Bin Laden no longer exist: Here is Why. The Arab News, 29 Agustrus 2002.

24. Syaikh Rabi bin Hadi pada Imam Albani dan Irja’ (Sumber: 11 Januari 2002, Tele-link dari UK. www.salafipublications.com (Article ID: MSC060014))

25. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani (wafat 1421H) ulama hadits terkemuka yang berasal dari Albania yang tinggal di Yordania, mengatakan bahwa, “Sayyid Qutb tidak memiliki ilmu perkara fundamental dan cabang Islam.” Diambil dari surat dengan tulisan tangan dalam Bana’ah Ulama’il Ummah min Tazkiyah Ahlil Bid’ah oleh Imam Abdullah as-Sinani.

26. Ikhwanul Muslimin didirikan di Mesir pada tahun 1928 oleh Hasan al-Banna (1906-1949), seorang pemikir pembaharu Sufi dan
aktivis. Setelah pendudukan militer Inggris terhadap Mesir, kepekaan al-Banna terhadap penjajahan barat semakin memanas karena eksploitasi dan dominasi budaya negerinya. Karenanya al-Banna memandang tepat untuk membentuk sebuah kelompok Islam yang akan menentang kecenderungan sekularis dan kerusakan Negara dan masyarakat yang terjadi dengan kesadaran kembali kepada nilai-nilai dan cara hidup Islam. Dia memperkenalkan organisasi ini kepada masyarakat Mesir dengan bergantung pada jaringan social yang telah ada. Kelompok ini secara konsisten menarik anggota baru dan mendirikan berbagai bisnis, klinik dan sekolah. Sebagai tambahan akan beragamnya konstituen, al-Banna merekrut pengikut dari sejumlah besar berbagai kelompok masyarakat Mesir, dengan membahas isu seperti kolonialisme, kesehatan masyarakat, kebijakan pendidikan, manajemen sumberdaya alam, Marxime, kesenjangan sosial, nasionalisme Arab, lemahnya dunia Islam dan pertumbuhan konflik Palestina.
Al-Banna tidak memulai atau mengakhiri dakwahnya dengan Tauhid, sebagaimana jalan para Rasul. Ikhwanul Muslimin secara
konsisten mengabaikan aspek dasar mendakwahi para pengikutnya kepada Tauhid dan melarang mereka dari kesyirikan, karena ini
adalah perkara yang membutuhkan waktu dan usaha untuk berubah; perkara yang tidak mudah diterima oleh manusia. Ikhwan
lebih mementingkan mengumpulkan sebanyak mungkin kelompok-kelompok manusia bersama-sama daripada mengajak manusia kepada Sunnah. 
Akibatnya, mereka mengakomodasi setiap jenis bid’ah dalam agama dalam barisan mereka, memberikan mereka panggung
untuk secara terbuka berdakwah kepada beragam keyakinan mereka yang berbeda. Di antara Ikhwan dapat dijumpai pengikut
Sufi, Jahmiyah (mereka yang menolak bahwa Allah memiliki Sifatsifat, Sifat-sifat yang disebutkan sendiri oleh Allah di dalam Al-
Qur’an), Syi’ah, Mu’tazilah (madzhab filsafat yang juga menolak sifat-sifat Allah), Khawarij (orang-orang yang mengeluarkan
manusia dari Islam karena melakukan dosa besar), Aqlaniyyun (modernist), dan banyak lainnya. Metodologi politik muwazanah
(dengan kaidah: tolong menolong dalam perkawa yang disepakati dan saling toleransi dalam perkara yang diperselisihkan-pent) ini
berakibat kejelasan Islam digantikan dengan sesuatu yang membingungkan dan kabur. Allah telah menjelaskan keadaan yang
demikian, ketika Dia berfirman:
 “Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah
kaum yang tidak mengerti.” (QS Al-hasyr [59] : 14)
Dengan meluasnya kelompok tersebut selama tahun 1930an, dengan cepat bertransformasi ke dalam sebuah kesatuan yang
secara langsung aktif dalam kancah politik Mesir. Mengkonfrontasi penguasa secara langsung, organisasi tersebut bergerak sangat
diam-diam.Kebid’ahan agama dalam kerahasiaan ini sekarang dapat pula ditemukan pada kelompok lain yang lebih berbahaya seperti al-Qaidah dan Jama’atul Jihad. Setelah serangkain maju mundur pembunuhan antara anggota kelompok dan pemerintah, Perdana Menteri Nuqrashi Pasha membubarkan al-Ikhwan pada bulan Desember 1948. Meskipun dia berusaha melakukan pendekatan yang lebih damai dalam dakwahnya sejak tahun 1970an, al-Ikhwan mempersiapkan wadah bagi kelompok aliran  Qutb lain yang akan mengambil alih apa yang ditinggalkan al- Ikhwan.
Di antara prinsip fundamental al-Ikhwan dan kelompok-kelompok ini bahwa mereka memandang negeri ini, harta milik dan darah kaum Muslimin akan menjadi milik mereka, seolah-olah bangsa-bangsa ini di mana mereka memimpin adalah tempat percobaan.
Maka dari itu mereka mengorbankan manusia dari generasi ke generasi untuk perolehan kekuasaan. Mereka meyakini bahwa mereka dapat berusaha untuk mencari cara-cara yang berbeda untuk menegakkan agama Islam, seolah nash-nash Islam tidak memuat garis besar dan metode yang telah ditetapkan dengan sempurna bagaimana melakukannya. Dengan melanggar metodologi para Nabi dalam berdakwah kepada Allah secara langsung, mereka tidak memiliki pengalaman apapun yang menunjukkan kesuksesan (mereka).

27. Ortodoks adalah berpegang teguh pada peraturan agama (Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasiional,
Jakarta, 2008). Tidak jarang kata ortodoks ini digunakan dengan konotasi negative untuk sesuatu yang bersifat keras, kolot dan
kaku. Namun dalam perkara ini, tentu saja yang dimaksud adalah berpegang teguh terhadap ajaran agama Islam yang murni yang
telah Allah sempurnakan sebagaimana yang terdapat dalam firmannya:
 “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah
Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu…” (QS Al-Ma’idah [5] : 3),
 maka apa-apa yang bukan bagian dari agama pada hari itu (ketika ayat tersebut diturunkan), maka tidak akan menjadi bagian pada
hari ini. –pent.

28. Mu’tazilah adalah pengikut Wasil bin Ataa, yang menarik diri (dari perbuatannya dikenal isitlah Mu’tazilah) dari kelas al-Hasan al-
Bashri, salah seorang ulama terkenal yang belajar langsung dari para sahabat Nabi s. Di antara hal lainnya, mereka menolak Sifatsifat
Allah yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.

29. Manhaj Salafi (Salaf) adalah cara, jalan, metode atau metodologi yang diikuti oleh generasi awal Muslim dalam berbagai perkara
agama, yang berhubungan dengan ibadah dan amaliah. Salaf memiliki metodologi dalam beriman kepada Allah, Asma dan Sifat-
Nya, metodologi dalam dakwah kepada Allah, metodologi dalam fiqih, metodologi dalam ibadah dan seterusnya, semuanya
berasarkan al-Qur’an dan Sunnah (menurut pemahaman para Sahabat). Dalam penggunaan kontemporer, manhaj biasanya
digunakan untuk mengacu pada jalan yang diambil dalam memperbaiki keimanan dan akhlak perbuatan kaum Muslimin dan
masyarakatnya dan berbagai prinsip yang berada di bawahnya yang berhubungan dengan tugas-tugas ini.

30. Istlah ini mewakili zaman di mana risalah asli para Nabi telah berubah antara masa Isa (Isa) dan Muhammad s. Ia sinonim
dengan konsep kekafiran, kesyirikan, keterbelakangan dan kebodohan.

31. Mu’alim fit Tariq (milestones), hal 21, edisi ke 17, 1991. (Salafi Publications)

32. Ini terjadi ketika dua orang Sahabat bertikai dan Nabi s mencela salah seorang dari mereka kaena caranya berbicara kepada yang
lainnya: “Wahai Abu Dzar, apakah engkau memaki ibunya? Sesungguhnya engkau adalah seorang laki-laki yang memiliki sifat
jahiliyah di dalam dirinya.” (HR Bukhari, no. 30. 
Catatan: perbedaan antara “Sesungguhnya engkau adalah seorang laki-laki yang memiliki sifat jahiliyah di dalam dirinya” dengan misalnya “Engkau seorang jahiliyah; segala sesuatu tentang dirimu adalah jahiliyah.”

33. HR Muslim (3/45). Jawaban Syaikh Shalih al-Fauzan terdapat dalam buku al-Ajwibatul Mufidah an As’ilatil Manhajil Jadidah (hal.
148,149( oleh Jamal bin Farihan al-Haritsi (Terjemahan T.R.O.I.D)

34. Laa ilaaha illa Allah adalah persaksian akan keimanan yang berarti “Tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah.”

35. Sayyid Qutb, Fi Dzilalil Qur’an (2/1057). (Terjemahan Salafi Publications)

36. Sayyid Qutb, Mu’alim fit Tariq, hal. 8, edisi ke 17, 1991. (Terjemahan Salafi Publications)

37. Silahkan merujuk pada Tarikhus Sirri li Jama’atil Ikhwanil Muslimin (hal. 112). (Terjemahan Salafi Publications)

38. Al-Qardawi memgatakan Qutb sebagai seorang syahid, meskipun harus dicatat bahwa tidak diperbolehkan untuk menentukan orang tertentu adalah syahid kecuali ada nash yang membuktikannya, karena itu merupakan perkara ghaib yang hanya Allah saja yang mengetahuinya.

39. Yusuf al-Qardawi, ‘Priority of the Islamic Movement’ (hal. 10) (Terjemahan Salafi Publications).

40. Sebuah kelompok yang melakukan kebid’ahan dalam menerapkan takfir tanpa batasan.

41. Abu Abdur-Rahman Muqbil bin Hadi al-Wadi’i, Fada’ih wan Nasa’ih, (hak. 4367). (Terjemahan T.R.O.I.D)

42. Diambil dari kaset Aqwall Ulama fi Ibtal Qawa’id wa Maqalat Ar’ur (Terjemahan Salafi Publications).

43. Maududi adalah seorang pemikir revolusioner Pakistan yang membentuk partai Islam disebut Jama’ati Islami.

44. Nabi Muhammad s ditanya oleh Hudzaifah bin al-Yaman z, salah seorang sahabat beliau, mengenai apa yang akan terjadi
terhadap kaum Muslimin setelah kematian beliau s. Nabi s mengisyaratkan bahwa akan datang masa di mana kaum Muslimin
akan terpecah belah tanpa seorang pemimpin untuk menunjuki mereka. Beliau s juga menyebutkan bahwa karena situasi ini akan
muncul berbagai aliran berbeda. Nabi s memerintahkan bagi mereka yang mendapati situasi ini untuk menjauh dari mereka.
“Aku (Hudzaifah) bertanya: Wahai Rasulullah, apakah perintahmu jika aku mengalami hal itu?” Rasulullah s menjawab: “Tetap
setialah kepada jemaah kaum muslimin dan pemimpin mereka. “ Aku bertanya: “Kalau mereka tidak memiliki jemaah serta
pemimpin?“ Rasulullah s menjawab: “Maka jauhilah semua sektesekte yang ada itu meskipun kamu harus menggigit pangkal pohon
sampai maut menjemputmu kamu tetap demikian “ (HR Muslim, no. 4761)

45. Perbuatan mengkafirkan Muslim.

46. Khawarij adalah keturunan Dzul-Khuwaisarah sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasulullah s. Mereka adalah sekte yang bertanggung jawab atas tewasnya banyak sahabat Nabi s. Mereka berbeda dari para pengikut Salaf (Nabi s dan para sahabatnya) di mana mereka tidak membatasi diri mereka kepada pemahaman yang diterapkan para Salaf berkenaan dengan takfir. Akibatnya mereka menggunakan dalil namun tidak memahaminya. Inilah sebabnya mengapa yang semisal Usamah bin Laden melakukan takfir yang tidak terbatas. Mengenai Khawarij,
Syaikh Shalih al- Fauzan, salah seorang ulama besar Salafi sekarang ini, berkata,
“Memiliki semangat dan kecintaaan yang overprotektif terhadap agama saja tidak cukup. Ia harus dilandasi oleh ilmu dan pemahaman akan agama Allah.” (Syaikh Shalih al-Fauzan, Lamha ‘anil Firaqid Daulah)

47. Shulevitz dengan akurat telah mengidentifikasi sumber ideologi mereka yang tinggal di Arab Saudi dan bertentangan dengan para
ulama dan aqidahnya, merupakan ideologi Qutbisme dan bukan aqidah setempat (yakni) “Wahhabiyyah”.

48. Kelompok-kelompok lain di Aljazair juga dikenal sebagai pengikut aliran Qutb, seperti Salafist Group for Preaching and Combat,
merskipun nama mereka seolah menunjukkan pernyataan bahwa mereka mengikuti manhaj Salaf. Sesungguhnya sebuah buku dinilai
karena isinya, bukan karena sampulnya.

49. Judith Shulevitz, Some Ideas demand rebuttal, The New York Times, 21 Oktober 2001.

50. David F. Forte, Religion is not the enemy, The Natiional Review, 19 Oktober 2001.

51. Ayman Zawahiri diasosiasikan dengan jama’atul jihad. 

52. Farid Abdul Khalid, salah satu pemimpin Ikhwanul Muslimin berkomentar mengenai pengaruh Qutb atas anggota partai yang
dibuat kecewa, “Kami telah menunjukkan dalam apa yang sedang berlangsung bahwa penyebaran ideologi takfir yang muncul di
kalangan muda Ikhwanul Muslimin yang dipenjara di akhir 50an dan awal 60an, dan bahwa mereka dipengaruhi oleh ideology
Syahid Sayid Qutb dan tulisan-tulisannya.” (Al-Ikhwanul Muslimin fil Mizanil Haq, hal. 115, Terjemahan Salafi Publications)

53. Dalam sebuah esai yang berjudul “Robert Fisk’s Newspapers,” Michel Feher menulis yang berikut mengenai Qutbisme: “Dalam
Mesir tepatnya, kelompok-kelompok radikal beraliran Qutb termasuk Jamaat Islamiyya (yakni Umar Abdur-Rahman)… dan al-
Jihad – bertanggung jawab terhadap pembunuhan Presiden Anwar al-Sadat pada tahun 1981, yang pemimpinnya saat ini adalah
Ayman al-Zahwari. (Catatan: Posisi sebenarnya Zahwari dalam Jama’atul Jihad membutuhkan lebih banyak penelitian daripada
yang telah dilakukan sampai saat ini. Sebagian ahli meyakini bahwa pendiri kelompok ini sebenarnya adalah Dr. Sayed Imam, yang
bertentangan dengan laporan intelejen Barat yang menyatakan bahwa Zawahiri pendiri kelompok ini adalah patner utama dan
mentor bin Laden.” (Michel Feher, Robert Fisk’s News Paper, Theory and Event,,5.4)

54. Robert Marquand, The tenets of terrors, Christian Science Maniton, 18 Oktober 2001.

55. Robert Irwin, Is this the man who inspired bin Laden?, the Guardian, 1 November 2001.

56. Sayyid Qutb memperbaharui aspek aqidah Jabariyyah, Mu’tazilah, Khawarij, Jahmiyah, Sufi, Syi’ah, dan juga yang lainnya.

57. Islam memerintahkan stabilitas dan perbaikan melalui kesabaran dan nasihat tulus kepada para penguasa dan warga masyarakat, manakala pada saat yang sama melarang kekacauan, ketidaksabaran dan memperburuk keadaan yang dipenuhi masalah.

Nabi s bersabda: “Kewajiban seorang muslim adalah mendengar dan taat dalam melakukan perintah yang disukai atau pun tidak disukai, kecuali bila diperintahkan melakukan maksiat. Bila dia diperintah melakukan maksiat, maka tidak ada kewajiban untuk mendengar serta taat.” (HR Muslim dari Ibnu Umar z, no 4740).

Konsekuensinya, memberontak terhadap penguasa sangat dilarang karena hal itu akan mengakibatkan timbulnya kesengsaraan dan kerusakan di seluruh negeri. Nabi s dengan jelas melarang hal ini dalam sabda beliau:

“Barangsiapa yang tidak menyukai sesuatu pada pemimpinnya, maka hendaklah ia bersabar. Karena sesungguhnya siapa yang memisahkan diri dari jama’ah walau sejengkal lalu ia mati, maka kematiannya adalah kematian jahiliyah” (HR Muslim, no. 4767, dari Ibnu Abbas z).

Usamah bin Laden dan para pengikut Qutb telah melanggar prinsip dasar Islam ini, sebagaimana yang dilakukan pendahulu mereka Khawarij.

58. Robert Worth mengutip Bernadr Haykel, seorang professor hukum Islam di Universitas New York.

59. Robert Worth, The deep intellectual roots of Islamic terror, The New York Times, 13 Oktober 2001.

60. Ibnu Taimiyyah mengeluarkan Mongol dari Islam bukan karena mereka lalai dalam beberapa aspek seperti yang banyak dinyatakan
oleh kelompok-kelompok moderen. Dia melakukannya (yakni mengeluarkan Mongol dari Islam) karena masuk Islam hanya untuk memudahkan mereka menaklukkan negeri-negeri kaum Muslimin. Mereka (yakni bangsa Mongol) menyatakan bahwa diperbolehkan bagi seseorang untuk memilih apa yang diinginkan seseorang dari agama yang berbeda-beda, dan mereka meyakini kenabian
pemimpin mereka, Jengis Khan yang bertanggung jawab terhadap perampasan negeri-negeri kaum Muslimin. Karena alasan inilah
takfir dijatuhkan terhadap Mongol, dan mereka dikeluarkan dari negeri-negeri kaum Muslimin karena perkataan batil mereka telah
masuk Islam. Penolakan mereka untuk merujuk pada kaidah-kaidah syariat didasarkan pada keyakinan ini, yang dipandang asing dalam
Islam dan mengandung kemurtadan. Dengan demikian, takfir Ibnu Taimiyah terhadap Mongol bukan disebabkan oleh kelalaian
mereka dalam menjalankan syariat sedangkan mereka meyakini kebenarannya, seperti yang kita dibuat percaya oleh sebagian
kelompok ini, akan tetapi ketidak yakinan mereka yang tertanam terhadap kebenaran syariat yang suci ini dan memandang bolehnya mencampuradukkan berbagai agama dan hukum yang berbeda. (Silahkan merujuk pada komentar Salafi Publication, the Guardian 1 November, 2001, artikel yang berjudul “Is This The Man Who Inspired Bin Laden?”[www.salafipublication.com] Article ID:
GWV0700025)

61. Khawarij

62. David F. Foster, Religion is Not The Enemy, The National Review, 19th October 2001

63. Pengikut Khawarij

64. Abu Bakar ibnu Husain al-Ajuri, Ash-Shari’ah (Bab 6, penjelasan terdapat pada riwayat ke 48 dan 49). TerjemahanL Salafi
Publication.

65. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 6933)

66. Maksudnya, Al-Qur’an tidak akan mencapai hati mereka, karena mereka tidak mendapatkan petunjuk yang terdapat dalam Al-
Qur’an. Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6934)

67. Tarikh ad-DimasqI (18/alif 483) oleh Ibnu Asakir, dan Ringkasan Tarikh ad-Dimasq (26/388) Ibnu Mandzur. Dinukil dari terjemahan
Salafi Publication “Clarification of the Truth in Light of Terrorism, Highjackings & Suicide Bombings”.


68. Robert Worth, The Deep Intelectual Roots of Islamic Terror, The New York Times, 13th October, 2001.

69. Nida’ul Islam, November 1996, 15th issue.

70. Salafi’s (sic) Links to Terror, Sky News, August 30, 2002.



diambil dari e-book : "Menyingkap Mitos Wahhabi" Alih Bahasa oleh : Ummu Abdillah al-Buthoniyah
judul asli : "The Wahhabi Myth" Penulis : Haneef James Oliver

untuk download e-booknya klik image ini : [wahhabi_myth2.jpg]

Komentar